Use standard camera, canon eos-400d with 18-55 lense
Custom Search
Showing posts with label Knowledge. Show all posts
Showing posts with label Knowledge. Show all posts

Wednesday, May 13, 2009

FOTOGRAFI DI INTERNET

FOTOGRAFI yang kita kenal sekarang ini mempunyai sejarah perjalanan yang sangat panjang. Bermula pada abad 12 SM dari keheranan seorang pedagang Arab - Ibnu al Haitam - yang menyaksikan gambar unta terbalik di dalam kemahnya melalui sebuah lubang kecil. Penemuan mana kemudian dilanjutkan dan dikembangkan oleh seorang pelukis terkenal Leo Nardi da Vinci melalui ciptaannya yang dinamakan kamera Obscura. Pelukis di jaman itu menggunakan kamera obscura untuk membuat silhuet dari model-modelnya. Maklum, film belum dikenal manusia pada masa itu.

Hingga akhirnya orang mulai mengenal bahan peka cahaya yang dioleskan pada pelat tembaga yang disinari untuk menimbulkan image (gambar). Dan seterusnya hingga ditemukannya bahan film pada awal abad 20 dengan perkembangannya yang kita kenal hingga saat ini. Tercatat nama-nama Daguere, Niepce, Henry Fox Talbot dan George Eastman sebagai pelopor dalam penemuan dan pengembangan teknologi film.

Sementara itu perkembangan teknologi kamera sebagai kotak penerus cahaya berjalan seiring dengan perkembangan teknologi kimia peka cahaya sebagai bahan dasar membuat emulsi film. Salah seorang pembuat kamera yang sangat terkenal adalah Ernst Leitz dari Wetzlar (Jerman) yang menciptakan kamera berukuran 135 mm pertama pada tahun 1920 yang tetap bertahan hingga saat ini.

Selanjutnya dengan berkembangnya teknologi arus lemah di era 70an, kamera yang semua "full mechanic" berangsur menjadi "full electronic". Semua penghitungan pencahayaan hingga penggulungan film berlangsung secara elektronik. Segala sesuatu menjadi lebih cepat, lebih mudah dan lebih pasti mutu hasilnya.

Tetapi sementara itu dari sisi yang lain muncul sebuah teknologi baru yang dikenal dengan nama digital. Teknologi digital kemudian berkembang dengan sangat cepat melahap semua segmen teknologi yang ada dalam kehidupan manusia modern - termasuk bidang fotografi.

Secara revolusioner, bahan peka cahaya yang semula berupa unsur-unsur kimia dalam bentuk film itu kini peranannya diambil alih oleh sel-sel peka cahaya yang meneruskan citra digital yang dihasilkan oleh permukaannya ke dalam sebuah memory penyimpanan digital yang setiap diinginkan siap menampilkan image yang disimpannya, melalui sebuah layar monitor - yang terdapat pada setiap kamera digital.

Sebuah ancaman yang sangat serius untuk kamera-kamera konvensional yang menjadi terasa sangat kuno. Terutama bagi fotografer generasi muda.

Pembuatan gambar kini tidak tergantung pada film lagi. Demikian juga hasilnya yang "instant" sangat mengancam kehadiran film dan kelangsungan lab-lab foto tradisional yang ada. Sebagai gantinya, muncul lab digital yang lebih canggih dan akrab lingkungan karena bebas bahan kimia. Lebih dari itu teknologi digital selain mempermudah proses penyimpanan gambar, turut pula mempercepat pengiriman image dari satu tempat ke tempat lainnya hanya melalui sebuah telpon genggam yang dioperasikan dari sebuah tempat yang jauh dari kehidupan modern, berkat jasa satelit telekomunikasi yang mampu menghubungkan semua bagian dunia ini dengan memanfaatkan Teknologi Informasi di dalamnya yang populer dengan nama Internet.

Dunia Internet yang kita kenal dengan nama dunia virtual atau maya berjalan paralel dengan dunia nyata. Kita dapat menemukan di dalamnya berbagai kegiatan maya dalam bentuk yang kita kenal dengan istilah populer situs di Internet.

Tetapi kembali kepada kamera digital, benarkah teknologi yang baru memulai kiprahnya itu akan dapat melahir generasi kamera digital untuk jangka panjang? Sangat sulilt menjawabnya.

Beberapa waktu lalu seolah muncul dari tempat yang sangat tidak terduga, lahirlah film elektronik yang justru mengancam kelangsungan kamera digital. Bentuk fisiknya sama dengan film biasa, hanya lidah filmnya "kaku" tidak dapat digulung, terbuat dari chip yang peka cahaya. Memakainya? Cukup dipasang seperti biasa pada rumah film kamera Anda.

Tuesday, May 12, 2009

ISO Digital Kamera

Film pada dasarnya digolongkan berdasarkan nomor yang disebut nomor ISO. ISO singkatan dari International Standard Organization. Dulu kita mengenalnya sebagai ASA (American Standard Association). Kata ISO sendiri tidak mengandung arti kata khusus, kecuali ISO Speed. ISO Speed adalah nomor yang digunakan untuk merepresentasikan International Standard Organization guna merating sensitivitas film dan jumlah cahaya yang diperlukan kamera untuk menangkap foto.

Jadi, semakin gelap kondisi pencahayaan obyek yang akan Anda ambil, semakin tinggi pula ISO Speed yang Anda butuhkan. Sebagai contoh, untuk pengambilan gambar di pantai pada tengah hari, Anda harus memilih film dengan ISO serendah mungkin. ISO 100 biasanya sudah cukup untuk berbagai kondisi. Film dengan ISO yang tinggi kita sebut sebagai film cepat. Sebaliknya, film dengan ISO rendah kita sebut sebagai film lambat.

Ada harga yang harus dibayar dengan ISO yang tinggi, yaitu gambar yang dihasilkan akan lebih grainy (grainnya tampak jelas) dan warnanya akan semakin redup/dull.

Film dibuat dengan lapisan plastik yang dilapisi butiran kimia yang peka terhadap cahaya - yang disebut grain. Semakin tinggi /cepat setting ISO film, semakin besar grainnya, sehingga kita bisa bekerja di kondisi pencahayaan yang rendah. Jadi, semakin besar Anda akan mencetak film, anda harus memilih film yang lebih lambat/lebih rendah ISOnya. Tapi, ini bukan jaminan utama untuk mendapatkan hasil cetak yang baik. Faktor utama dari kualitas percetakan adalah kecepatan Film dan tipe film, Exposure, Fokus dan Kualitas lensa. Semakin baik faktor ini, semakin baik gambar yang akan Anda dapat dan Anda cetak.

Bagaimana dengan Kamera Digital?

Pada dasarnya, prinsip kerja film tersebut sama. Bedanya, kita tidak lagi menggunakan media film. Jadi, yang bekerja di sini adalah amplifikasi dari sensitivitas sensor kamera digital terhadap cahaya. Semakin gelap kondisi ruangan, semakin tinggi smplifikasi sensitivitas sensor.

Sama dengan prinsip kerja film, semakin tinggi ISO kamera Digital, gambarnya akan semakin grainy dan intensitas warna pun turun. Pada ISO yang tinggi, di kamera digital akan menimbulkan efek samping yaitu Noise. Untunglah pada kamera digital High End, ada Noise Filter sehingga masalah ini bisa diatasi. Dengan semakin tingginya ISO, berarti jarak efektif fiash juga meningkat. Semakin jauh jangkauan Flash pada kamera digital anda.

Pada kamera digital yang menyediakan Option untuk Manual ISO (100,200, 400 dan seterusnya) dan Auto ISO, sebaiknya Anda pilih Manual ISO sesuai dengan kondisi pemotretan Anda. Karena, bila kita menggunakan Auto ISO bisa terjadi dua kemungkinan, yaitu ISO yang diset melebihi kebutuhan, atau sebaliknya, ISO yang diset justru kurang dari kebutuhan anda.

Untuk masalah mencetak ukuran yang besar, pada kamera digital hal ini lebih dipengaruhi oleh besar resolusi kamera digital. Semakin tinggi Resolusi kamera digital, semakin besar anda dapat mencetaknya. ISO pada kamera digital lebih cenderung mempengaruhi kualitas grain dan warna pada image digital.

Sensor CCD dan CMOS

Kamera Analog memerlukan film dan bukaan diafragma 1/ f detik sehingga cahaya yang ditangkap bisa diterima oleh film tersebut menjadi sebuah gambar. Pada kamera digital, film tidak diperlukan lagi seperti halnya kamera analog. Kamera digital menggunakan sensor yang dikenal dengan CCD atau CMOS.

Pada prinsipnya, tidak ada perbedaan yang mencolok antara kamera digital dan kamera analog, karena teknologi dasar yang dikandungnya sebenarnya sederhanya saja. Sebuah kamera analog menggunakan film seluloid, mempunyai tiga elemen dasar, masing-masing adalah elemen optikal berupa berbagai ragam lensa, elemen kimia berupa film seluloidnya sendiri, dan elemen mekanik yang merupakan badan kamera itu sendiri. Elemen kimia pada kamera digital sekarang ini tergantikan menjadi elemen chips yang bisa berupa CCD (Charge Coupled Device) maupun CMOS (Complementary Metal Oxide Semiconductor) yang mengatur sensitivitas pencahayaan dan menjadi "film digital" pada kamera- kamera modern sekarang ini.

Baik sensor chip CCD dan CMOS sebenarnya mulai berkembang secara bersamaan, kedua chip ini mengonversi cahaya menjadi elektron-elektron sehingga menjadi gambar-gambar digital. Perbedaan pokok di antara keduanya adalah CCD umumnya menghasilkan gambar berkualitas tinggi dan noise yang rendah. Sedangkan pada CMOS, noise yang dihasilkan pada gambar digital biasanya lebih banyak.

Sensor CMOS umumnya menggunakan tenaga baterai lebih sedikit, sedangkan pada CCD karena proses khusus yang dilakukan pada saat pengambilan gambar, mengonsumsi tenaga 100 kali lebih banyak dibanding sensor CMOS sejenis. Selain itu, fabrikasi pembuatan chip CMOS lebih murah ketimbang CCD. Namun, bersamaan dengan perkembangan waktu nampaknya kedua sensor ini mulai berada pada sebuah tahapan yang setara dan bersaing sangat ketat.

Feature and Performance Comparison

Feature CCD CMOS
Signal out of pixel Electron packet Voltage
Signal out of chip Voltage (analog) Bits (digital)
Signal out of camera Bits (digital) Bits (digital)
Fill factor High Moderate
Amplifier mismatch N/A Moderate
System Noise Low Moderate to High
System Complexity High Low
Sensor Complexity Low High
Camera components PCB + multiple chips + lens Chip + lens
Relative R&D cost Depends on Application Depends on Application
Relative system cost Depends on Application Depends on Application
Performance CCD CMOS
Responsivity Moderate Slightly better
Dynamic Range High Moderate
Uniformity High Low to Moderate
Uniform Shuttering Fast, common Poor
Uniformity High Low to Moderate
Speed Moderate to High Higher
Windowing Limited Extensive
Antiblooming High to none High
Biasing and Clocking Multiple, higher voltage Single, low-voltage

(Table dari Dalsa.com)

CMOS mengkonsumsi sekitar seperdelapan kekuatan sensor charge-coupled device (CCD) dengan sejumlah pixel. CCD merupakan sensor yang biasa digunakan kamera digital. Sekarang ini, sensor CMOS memproses proton sinar dan merubahnya menjadi sinyal listrik. Sensor ini memiliki ukuran maksimal 6.3 juta pixel.

Pilih yang mana

Sensor CCD dan CMOS adalah dua teknologi yang bebeda untuk penangkapan gambar digital. Keduanya saling bersaing untuk menghasilkan kesempurnaan, CCD dan CMOS masing-masing memiliki kekuatan dan kelemahan yang disesuaikan dengan aplikasi yang berbeda. Meskipun demikian, vendor yang menjual suatu teknologi selalu menonjolkan kelebihannya dibanding yang lainnya. Pilihan tergantung dengan aplikasi yang akan digunakan.

Monday, May 11, 2009

Sejarah Fotografi, Sejarah Teknologi

FOTOGRAFI secara umum baru dikenal sekitar 150 tahun lalu. Ini kalau kita membicarakan fotografi yang menyangkut teknologi. Namun, kalau kita membicarakan masalah gambar dua dimensi yang dihasilkan dari peran cahaya, sejarah fotografi sangatlah panjang. Dari yang bisa dicatat saja, setidaknya "fotografi" sudah tercatat sebelum Masehi.

DALAM buku The History of Photography karya Alma Davenport, terbitan University of New Mexico Press tahun 1991, disebutkan bahwa pada abad ke-5 sebelum Masehi, seorang pria bernama Mo Ti sudah mengamati sebuah gejala. Apabila pada dinding ruangan yang gelap terdapat lubang, maka di bagian dalam ruang itu akan terefleksikan pemandangan di luar ruang secara terbalik lewat lubang tadi.

Kemudian, pada abad ke-10 Masehi, seorang Arab bernama Ibn Al-Haitham menemukan fenomena yang sama pada tenda miliknya yang bolong.

Hanya sebatas itu informasi yang masih bisa kita gali seputar sejarah awal fotografi karena keterbatasan catatan sejarah. Bisa dimaklumi, di masa lalu informasi tertulis adalah sesuatu yang amat jarang.

Demikianlah, fotografi lalu tercatat dimulai resmi pada abad ke-19 dan lalu terpacu bersama kemajuan-kemajuan lain yang dilakukan manusia sejalan dengan kemajuan teknologi yang sedang gencar-gencarnya.

Adalah tahun 1839 yang dicanangkan sebagai tahun awal fotografi. Pada tahun itu, di Perancis dinyatakan secara resmi bahwa fotografi adalah sebuah terobosan teknologi. Saat itu, rekaman dua dimensi seperti yang dilihat mata sudah bisa dibuat permanen.

Penemu fotografi dengan pelat logam, Louis Jacques Mande Daguerre, sebenarnya ingin mematenkan temuannya itu. Tapi, Pemerintah Perancis, dengan dilandasi berbagai pemikiran politik, berpikir bahwa temuan itu sebaiknya dibagikan ke seluruh dunia secara cuma-cuma.

Maka, saat itu manual asli Daguerre lalu menyebar ke seluruh dunia walau diterima dengan setengah hati akibat rumitnya kerja yang harus dilakukan.

Meskipun tahun 1839 secara resmi dicanangkan sebagai tahun awal fotografi, yaitu fotografi resmi diakui sebagai sebuah teknologi temuan yang baru, sebenarnya foto-foto telah tercipta beberapa tahun sebelumnya.

Sebenarnya, temuan Daguerre bukanlah murni temuannya sendiri. Seorang peneliti Perancis lain, Joseph Nicephore Niepce, pada tahun 1826 sudah menghasilkan sebuah foto yang kemudian dikenal sebagai foto pertama dalam sejarah manusia. Foto yang berjudul View from Window at Gras itu kini disimpan di University of Texas di Austin, AS.

Niepce membuat foto dengan melapisi pelat logam dengan sebuah senyawa buatannya. Pelat logam itu lalu disinari dalam kamera obscura sampai beberapa jam sampai tercipta imaji.

Metode Niepce ini sulit diterima orang karena lama penyinaran dengan kamera obscura bisa sampai tiga hari.

Pada tahun 1827, Daguerre mendekati Niepce untuk menyempurnakan temuan itu. Dua tahun kemudian, Daguerre dan Niepce resmi bekerja sama mengembangkan temuan yang lalu disebut heliografi. Dalam bahasa Yunani, helios adalah matahari dan graphos adalah menulis.

Karena Niepce meninggal pada tahun 1833, Daguerre kemudian bekerja sendiri sampai enam tahun kemudian hasil kerjanya itu diumumkan ke seluruh dunia.

FOTOGRAFI kemudian berkembang dengan sangat cepat. Tidak semata heliografi lagi karena cahaya apa pun kemudian bisa dipakai, tidak semata cahaya matahari.

Penemuan cahaya buatan dalam bentuk lampu kilat pun telah menjadi sebuah aliran tersendiri dalam fotografi.

Cahaya yang dinamai sinar-X kemudian membuat fotografi menjadi berguna dalam bidang kedokteran.

Pada tahun 1901, seorang peneliti bernama Conrad Rontgen menemukan pemanfaatan sinar-X untuk pemotretan tembus pandang. Temuannya ini lalu mendapat Hadiah Nobel dan peralatan yang dipakai kemudian dinamai peralatan rontgen.

Cahaya buatan manusia dalam bentuk lampu sorot dan juga lampu kilat (blits) kemudian juga menggiring fotografi ke beberapa ranah lain. Pada tahun 1940, Dr Harold Edgerton yang dibantu Gjon Mili menemukan lampu yang bisa menyala-mati berkali-kali dalam hitungan sepersekian detik.

Lampu yang lalu disebut strobo ini berguna untuk mengamati gerakan yang cepat. Foto atlet loncat indah yang sedang bersalto, misalnya, bisa difoto dengan strobo sehingga menghasilkan rangkaian gambar pada sebuah bingkai gambar saja.

Demikian pula penemuan film inframerah yang membantu berbagai penelitian. Kabut yang tidak tembus oleh cahaya biasa bisa tembus dengan sinar inframerah. Tidaklah heran, fotografi inframerah banyak dipakai untuk pemotretan udara ke daerah-daerah yang banyak tertutup kabut.

Kemajuan Pesat

KEMAJUAN teknologi memang memacu fotografi secara sangat cepat. Kalau dulu kamera sebesar mesin jahit hanya bisa menghasilkan gambar yang tidak terlalu tajam, kini kamera digital yang cuma sebesar dompet mampu membuat foto yang sangat tajam dalam ukuran sebesar koran.

Temuan teknologi makin maju sejalan dengan masuknya fotografi ke dunia jurnalistik. Karena belum bisa membawa foto ke dalam proses cetak, surat kabar mula-mula menyalin foto ke dalam gambar tangan. Dan surat kabar pertama yang memuat gambar sebagai berita adalah The Daily Graphic pada 16 April 1877. Gambar berita pertama dalam surat kabar itu adalah sebuah peristiwa kebakaran.

Kemudian, ditemukanlah proses cetak half tone pada tahun 1880 yang memungkinkan foto dibawa ke dalam surat kabar.

Foto pertama di surat kabar adalah foto tambang pengeboran minyak Shantytown yang muncul di surat kabar New York Daily Graphic di Amerika Serikat tanggal 4 Maret 1880. Foto itu adalah karya Henry J Newton.

Banyak cabang kemajuan fotografi yang terjadi, tetapi banyak yang mati di tengah jalan. Foto Polaroid yang ditemukan Edwin Land, umpamanya, pasti sudah tidak dilirik orang lagi karena kini foto digital juga sudah nyaris langsung jadi.

Juga temuan seperti format film APSS (tahun 1996) yang langsung mati suri karena teknologi digital langsung masuk menggeser semuanya.

Baterai dan Perilakunya

Baterai adalah salah satu dari sumber energi dan sangat penting bagi penggunaan kamera digital. Produsen kamera digital mengunakan berbagai macam jenis baterai yang berpengaruh terhadap harga, ukuran serta kemampuan kamera tersebut. Untuk jenis yang paling banyak digunakan saat ini, adalah baterai type Lithium dan type AA. Untuk type AA biasanya digunakan baterai Alkaline. Berbeda dengan baterai AA biasa, jenis Alkaline mempunyai kapasitas lebih besar yang pada kamera digital digunakan untuk LCD dan Flash. Namun, penggunaan baterai Alkaline sebenarnya lebih disarankan untuk diganti dengan jenis NiMH yang mempunyai kapasitas lebih besar lagi dibanding Alkaline dan mempunyai kemampuan untuk di isi ulang. Sedangkan jenis baterai Lithium lebih menguntungkan dari segi berat dan ukuran, karena kamera yang menggunakan baterai type Lihtium biasanya didesign lebih compact dan lebih ringan dibanding kamera dengan baterai type AA.

Jika diperhatikan pada baterai Alkaline kemungkinan tidak terlihat berapa besar kapasitas yang tertulis pada baterai, sedangkan pada NiMH terlihat jelas berapa besar kapasitas yang dapat disimpan oleh baterai tersebut. Ketika baterai memberaikan power kepada peralatan elektronik yang memerlukan energi yang besar seperti kamera digital, peralatan komputer, portable music player sebuah baterai Alkaline hanya akan memberikan sebagian dari kapasitasnya. Sedangkan pada baterai NiMH atau NiCd, baterai tersebut memberikan lebih banyak kapasitasnya dan besarnya mendekati kapasitas maksimum pada peralatan elektronik yang rakus energi. Itu berarti pada kamera digital, sebuah NiMH dengan kapasitas 1800 mAh dapat memberikan lebih banyak foto dibanding sebuah baterai Alkaline yang mempunyai kapasitas 2800 mAh.

Baterai recharger NiCD, NiMH dan Lithioum (Li-ion)

Tipe baterai isi ulang dibagi dalam tiga kategori umum: nickel cadmium (NiCd), nickel metal-hydride (NiMH), dan lithium-ion (Li-ion). Ada juga tipe lithium polymer (Li-poly) yang supertipis, namun mahal dan jarang ada di pasaran.

Baterai NiCd merupakan jenis tertua, paling tahan banting, namun berat dan volumenya paling besar. Baterai jenis ini sudah tidak lagi banyak digunakan pada kamera karena dianggap tidak praktis. Baterai NiCad sangat rentan efek memori. Maksudnya, baterai hanya mengisi ke tingkat dimana baterai terakhir di-discharge, akibat proses akumulasi gas yang terperangkap dalam plat sel baterai. Jika baterai di-discharge hingga 30 persen dan di recharge, maka baterai hanya akan mengisi energi yang terpakai tadi (30 persen) yang dilanjutkan dengan penyusutan volume "gas" yang terperangkap. Cara terbaik untuk menghilangkan efek memori dan membuang sisa gas terperangkap adalah dengan melakukan "burping", atau mengkondisikannya. Maksudnya, menghabiskan seluruh isi baterai pada kamera hingga benar-benar kamerea mati dan melakukan re-charging.

NiMH merupakan pengembangan dari NiCd, dibanding NiCd dengan volume sama, kapasitasnya jauh lebih besar. Namun, seperti halnya NiCd, NiMH juga rawan terhadap memory effect meski tidak sebesar NiCd. Beberapa produsen baterai bahkan menyatakan NiMH produknya bebas memory effect. Fenomena ini muncul saat baterai yang belum habis dipakai sudah di-charge ulang. Bila dilakukan berkali-kali baterai dapat kehilangan kapasitasnya dan hanya mampu menampung sedikit daya saja sebelum dengan cepat habis. Memory effect dapat dihilangkan dengan mengosongkan baterai sampai habis sebelum mengisi ulang.

Li-ion (Lithium) merupakan teknologi terbaru dalam baterai kering isi ulang, lebih ringan dan lebih besar kapasitasnya dari NiMH. Ia juga tidak akan mengalami memory effect hingga Anda bebas mengisi baterai jenis ini kapan saja dan di mana saja. Namun, ia juga paling rentan dengan berbagai macam masalah.

Kata mAh merupakan satuan kapasitas baterai isi ulang. 500 mAh berarti bila baterai dibebani 125 mA (mili amper), ia dapat bertahan 4 jam. Atau 1 jam pada 500mA. Makin besar nilai mAh sebuah baterai berarti ia akan dapat dipakai lebih lama sebelum perlu di-charge ulang. Angka 1.2 V menyatakan besarnya voltase baterai. Pastikan voltase baterai ini sama dengan spesifikasi kamera Anda.

Untuk battery baru, disarankan untuk melakukan proses charging (isi) dan discharging (membuang) setrum 2 sampai 5 kali hingga battery mencapai kapasitas maksimalnya. Cara melakukan discharging dengan menggunakan baterai tersebut sampai tidak bisa digunakan lagi dikamera. Pada alat charger tertentu, disediakan fasilitas untuk discharge baterai. Biasanya fasilitas yang disediakan pada alat ini cukup aman, karena proses pengosongan hanya terjadi sampai batas yang aman.

Setiap 10-15 kali siklus isi ulang baterai NiMH, kosongkanlah baterai hingga habis sama sekali sebelum mengisi ulang. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan "bibit-bibit" memory effect yang mungkin timbul.

Jangan sekali-kali mengosongkan baterai dengan bola lampu dan kabel hingga lampu mati. Ini akan dapat merusak sel baterai yang paling lemah (reversal effect), dan pada gilirannya merusak semua sel. Sisakan setidaknya 1V per sel baterai, pantaulah terus-menerus karena voltase baterai akan turun dengan tiba-tiba. Bila Anda tidak memiliki alat untuk itu, lebih baik jangan lakukan. Mengosongkan dengan kamera adalah cara terbaik, karena ambang batas aman pasti tidak kelebihan.

Beberapa produsen baterai NiMH menyatakan bahwa baterainya bisa di recharge lebih dari 500 kali, namun

bila baterai NiMH telah mencapai 400 kali siklus isi ulang, perlu dipersiapkan untuk penggantian baterai tersebut, karena walaupun masih bisa digunakan, biasanya kapasitasnya sudah menurun dan berarti masa pakai sebelum diisi ulang sudah berkurang.. Baterai Li-ion dapat rusak dengan mendadak jika rangkaian di dalamnya rusak.

Untuk membuang baterai yang sudah tidak digunakan, sebaiknya berhati-hati karena kandungan kadmiumnya bisa mencemari tanah.

Self Discharge

Salah satu yang perlu diperhatikan pada penggunaan baterai charge NiCad dan NiMH adalah 'self discharge', yaitu berkurangnya kapasitas yang terdapat pada battery walaupun tidak digunakan. Jumlah/persentasi self discharge pada masing-masing baterai berbeda-beda, tapi bisa diperkirakan sekitar beberapa persen (1 sampai 3%) perhari dari kapasitas maksimumnya dan pada suhu 70 derajat Fahrenheit.

Penempatan baterai NiMH pada temperator yang lebih rendah akan sedikit membantu mengurangi efek self discharge. Ada yang menyebutkan apabila baterai NiMH dibekukan (dingin) dalam 1 bulan sisa kapasitas baterai masih ada 90% sejak terakhir di recharge. Tapi sebelum digunakan, baterai NiMH yang dibekukan tersebut harus dikembalikan dulu pada suhu ruangan yang normal. Jadi setelah kita men-charge baterai NiMH, sebaiknya disimpan pada suhu yang dingin untuk mengurangi efek self dischargenya.

Disarankan untuk me-recharge lagi baterai yang sudah disimpan dalam jangka waktu yang lama sebelum di gunakan.

Berbeda dengan baterai Alkaline, jika baterai Alkaline disimpan pada suhu ruang normal, efek self discharge yang terjadi kurang dari 2% per tahun. Sehingga walaupun disimpan dalam jangka waktu yang lama, kapasitas baterai Alkaline nyaris tidak akan berkurang dari semula. Sebagai catatan, jika baterai Alkaline disimpan pada suhu 85 derajat Fahrenheit, efek self discharge hanya sekitar 5% pertahun, tapi pada 100 derajat Fahrenheit, efek self discharge baterai Alkalin sekitar 25% pertahun. Jadi apabila kita tinggal pada lokasi yang cuacanya sangat panas, disarankan untuk menyimpan baterai Alkalin pada ruang pendingin untuk menghindari efek selft discharge, walaupun persentasinya sangat kecil sekali dibandingkan efek self discharge pada baterai NiMH dalam kondisi suhu yang sama.

Baterai Lithium juga hampir sama dengan baterai Alkaline, efek self dischargenya sangat kecil dibandingkan dengan baterai NiMH, sehingga jika kita charge penuh dan disimpan pada suhu ruang normal pada waktu yang lama, kapasitanya juga tidak akan banyak berkurang. Tapi sampai saat ini untuk ketiga jenis baterai tersebut (Alkaline, NiMH, dan Lithium) baterai NiMH harganya memang lebih murah dibanding yang lainnya. Jadi dipertimbangkan saja menggunakan baterai jenis yang mana dan disesuaikan dengan peralatan yang akan digunakan.

Charging Time

Ada berbagai macam jenis alat charger yang digunakan untuk mengisi ulang baterai NiMH atau NiCd yang kapasitasnya habis. Alat-alat tersebut mempunyai berbagai macam sensor untuk membatasi kelebihan kapasitas (overcharge) yang dapat mengakibatkan sel baterai tersebut rusak dan kemampuan penyimpanannya berkurang. Sensor dalam bentuk timer, biasanya ini sudah disesuaikan satu paket dengan jenis baterainya, sehingga dari awal charging sampai waktu tertentu, alat charger ini dapat menghentikan pengisian sehingga menghindari overcharge. Ada juga dalam bentuk microprocessor yang biasanya disebut oleh produsen sebagai smart rapid charger, yaitu dapat menghitung dengan tepat berapa sisa kapasitas baterai sebelum alat tersebut berhenti men-charge baterai. Kadang alat ini juga dilengkapi dengan detektor suhu baterai yang berfungsi juga untuk membantu mengendalikan charging baterai. Trickle charge, adalah kemampuan alat charger untuk memberikan ampere secara sedikit-sedikit ke baterai NiMH akibat dari efek self discharge (keterangan tentang self discharger diatas). Kemampuan ini berguna untuk menjaga agar baterai selalu dalam kondisi penuh dan siap pakai, walaupun dibiarkan dalam jangka waktu yang lama di alat charger.

Terdapat juga alat charge yang manual, untuk alat ini sebenarnya hampir sama dengan alat charge yang menggunakan sensor, tapi bedanya perlu diperhitungkan dengan tepat sehingga tidak terjadi overcharge, karena alat ini akan men-charge terus selama belum dimatikan, jadi tidak ada indikator baterai sudah penuh. Namun apabila charging timenya tepat dan tidak melebihi hitungan maksimum, maka penggunaan alat ini cukup aman, tapi biasanya arus yang diberikan cukup kecil (untuk menghindari overcharge) sehingga diperlukan waktu lama agar baterai bisa terisi penuh.

Untuk charging Time pada masing-masing jenis alat charge sebenarnya mempunyai perhitungan dasar yang dapat dihitung dengan rumus ideal sebagai berikut :

mahB = Kapasitas Maksimum Baterai
mAhC = Bersarnya Amper perjam yang diberikan charger
th = Total Waktu dalam Jam
th = mAhB / mAhC

Jadi, jika baterai 1800 mAh dan Ampre Chargernya 100 mAh, berarti :

1800 / 100 = 18 jam

Waktu yang diperlukan untuk chargingnya pada kondisi ideal adalah 18 jam.

Penting !

Hindari untuk membawa baterai AA NiMH / NiCd dan disimpan pada kantong baju atau celana (atau dibawa dengan sembarangan), pada keadaan tertentu baterai tersebut dapat berhubungan singkat satu dengan yang lain dan itu dapat menyebabkan panas dan bahkan menyulut api didalam kantong.

Era Digitalisasi

Jika kita melihat kebelakang untuk beberapa masa yang silam, maka dapatlah kita tarik satu garis perkembangan yang bersifat eksponensial, yaitu suatu pola pertumbuhan menuju ke arah digitalisasi, yang mulai terlihat jelas dari sejak ditemukannya semi-konduktor dan logika flip-flop. Dari sejak itu perlahan namun pasti mulai dikembangkan mesin hitung elektronik, jam digital, komputer dan bukan itu saja bahkan dari dunia telekomunikasi melahirkan tehnologi coding dan decoding gelombang analog yang menghasilkan gelombang digital, yang mana hal ini jelas telihat dari pemakaian digital-telex, faximile, televisi dan lain sebagainya.

Kini, perpaduan antara gelombang digital dan tehnologi komputer, telah melahirkan turunan-tuturan yang tidak kecil manfaatnya di era industrialisasi dan juag globalisasi. Telepon genggam, dan email merupakan sebagian contoh dari kemajuan tehnologi ini. Kini, pertumbuhan tehnologi berkembang demikian pesat, sehingga hari ini terlihat begitu jauh berbeda dengan masa lampau, jikalau di masa lalu dapat dikatakan sebagai era komputerisasi, maka kini dan yang akan datang lebih tepat dikatakan era digitalisasi. Hal ini tentu saja didasari dengan perkembangan tehnologi yang segera akan digikuti oleh pola berfikir dan kebiasaan masyarakat.

mage processing, merupakan salah satu gancu pemecah es-nya, dimana bongkahan masa lalu, seperti orang menyimpan foto cetak, negatif film serta pemakaian peralatan fotografi yang dikenal sangat mahal tersebut hanya akan menjadi rangkaian sejarah dan tontonan di musium fotografi.

Sejak dihadirkannya kamera digital yang pertama, banyak potografer profesional yang memberikan tanggapan negatif, ini tentu saja disebabkan oleh hasil dan keterbatasan tehnologi pada masa itu, namun demikian pada umumnya mereka sangat menaruh harap akan kamera digital yang canggih.

Faktor kebiasaan, juga merupakan penghalang suksesnya kamera digital pada masa itu, dimana setiap kamera digital harus dilengkapi dengan peralatan komputer untuk memprosesnya, walaupun tidak, untuk mencetaknya mereka menemuhi kesulitan, belum lagi menyimpannya.

Kini, tidak kita sadari bersama ternyata kita telah memasuki era digital, berbagai perusahaan besar elektronik seperti Canon, Sanyo, ITT, Samsung, LG, Sony dll. telah menetapkan misinya kearah digitalisasi , dan berbagai peralatan digital juga telah mereka pasarkan seperti plasma-monitor, handphone, CD player dan yang lebih menonjol lagi Digital Camera yang diproduksi oleh berbagai produsen dan berlomba memberikan fitur untuk hasil yang terbaik.

Seorang potografer profesional lulusan dari perguruan tinggi fine arts and photography, Melbourne, Australia, bernama Genarld Gay, berkeyakinan kuat bahwa kamera digital dapat menggantikan kamera konvensional, dan hal ini dibuktikan melalui karya-karyanya yang digelar dalam buku MOROCCO, terbitan TTL production ( www.ttlens.com ) dimana karya karyanya dibuat dengan kamera digital.

Indoor - Outdoor Flash dan Bounce/Diffuse

Penggunaan Flash sangat membantu apabila kita pemotret pada ruangan yang kondisi cahaya gelap. Tapi apabila kita tidak tepat mengatur setting untuk penggunaan flash, maka hasil foto tidak akan maksimum, terkadang masih kurang terang atau bahkan terlalu terang. Untuk itu artikel lanjutan ini akan menjelaskan bagaimana penggunaan indoor flash dan juga bagaimana outdoor flash digunakan serta penjelasan tentang bounce dan diffuse flash.

Indoor Flash

Blitz sering bahkan hampir selalu digunakan di dalam ruangan. Alasannya karena di dalam ruangan biasanya penerangan lampu agak kurang terang untuk menghasilkan foto yang bisa dilihat. Memang, ada teknik menggunakan slow shutter speed untuk menangkap cahaya lebih banyak, tapi biasanya hal ini menyebabkan gambar yang agak blur karena goyangan tangan kameraman maupun gerakan dari orang yang ingin kita foto. Karena itu, biasanya kita menggunakan blitz.

Penggunaannya biasanya sederhana. Kita bisa setting kamera digital di auto dan membiarkannya melakukan tugasnya atau bisa juga kita melakukan setting sendiri menggunakan perhitungan yang sudah dilakukan di atas. Tidak sulit. Hanya saja, ada beberapa hal perlu kita perhatikan agar mendapatkan hasil maksimal.

  1. Jangan memotret obyek yang terlalu dekat dengan blitz yang dihadapkan tegak lurus. Ambil contoh dengan blitz GN 20 yang menurut saya cukup memadai sebagai blitz eksternal bagi kamera digital dalam pemotretan indoor dalam ruangan (bukan aula). Jika kita ingin memotret sebutlah orang pada jarak 2 meter dengan ISO/ASA 200 maka kita membutuhkan f/16 yang tidak tersedia pada sebagian besar PDC dan akan menghasilkan gambar yang over. Karena itu, untuk PDC/DSLR biasanya sudah terdapat flash built-in yang TTL dan memiliki GN agak kecil (8-12 pada sebagian PDC, 12-14 pada DSLR). Gunakan itu daripada flash eksternal untuk obyek yang agak dekat.
  2. Kombinasikan flash dengan slow shutter speed untuk mendapatkan obyek utama tercahayai dengan baik dan latar belakang yang memiliki sumber cahaya juga tertangkap dengan baik. Ini adalah suatu teknik yang patut dicoba dan seringkali menghasilkan gambar yang indah. Jangan takut menggunakan speed rendah karena obyek yang sudah dikenai flash akan terekam beku (freeze).
  3. Bila ruangan agak gelap, waspadai terjadinya efek mata merah/red eye effect. Efek mata merah ini terjadi karena pupil mata yang membesar untuk membiasakan diri dengan cahaya yang agak gelap tetapi tiba-tiba dikejutkan cahaya yang sangat terang dari flash. Jika kamera dan/atau flash terdapat fasilitas pre-flash/red eye reduction, gunakan hal ini. Jika tidak, akali dengan mengubah sudut datangnya cahaya flash agar tidak langsung mengenai mata.
  4. Dalam ruangan pun ada sumber cahaya yang kuat seperti spotlight. Hindari memotret dengan menghadap langsung ke sumber cahaya kuat tersebut kecuali ingin mendapatkan siluet yang tidak sempurna (kompensasi under 1 – 2 stop untuk siluet yang baik). Dalam kondisi demikian, gunakan flash untuk fill in/menerangi obyek yang ingin dipotret tersebut.

Bounce/Diffuse

Flash adalah sumber cahaya yang sangat kuat. Selain itu, flash adalah cahaya yang bersumber dari sumber cahaya yang kecil (sempit). Karenanya, bila cahaya ini dihadapkan langsung pada suatu obyek akan menyebabkan penerangan yang kasar (harsh). Dalam sebagian besar foto dokumentasi konsumsi pribadi dimana petugas dokumentasi menggunakan kamera point & shoot (film/digital) ini bisa diterima. Tetapi dalam tingkat yang lebih tinggi dimana hasil foto ini akan menjadi konsumsi umum, alur keras cahaya akan memberi efek yang kurang sedap dipandang. Ditambah lagi biasanya ini akan menyebabkan cahaya flash memutihkan benda yang sudah agak putih dan menyebabkan detail-detail tertentu lenyap.

Ada beberapa cara yang bisa kita lakukan untuk menghindari hal ini dalam artian melunakkan cahaya tersebut:

  1. Memperluas bidang datang cahaya yaitu dengan memantulkannya ke bidang lain (bounce).
  2. Menyebarkan cahaya yang datang dari sumber kecil tersebut sehingga meluas (diffuse).

Bounce flash dilakukan dengan cara memantulkan flash ke satu bidang yang luas sehingga cahaya datang dalam sudut yang lebih luas. Kita bisa menggunakan langit-langit atau dinding yang ada dalam ruangan. Jika flash eksternal yang terpasang pada kamera digital terhubung melalui hot shoe, maka flash tersebut harus memiliki fasilitas tilt untuk memantulkan cahayanya. Jika terpasang melalui kabel synchro, maka kita bisa memasang flash pada bracket dengan posisi sedikit menghadap ke atas/samping atau memegangnya dengan posisi demikian. Posisi memantulkan yang tepat agar cahaya jatuh tepat pada obyek adalah dengan menghadapkan flash tersebut pada langit-langit di tengah fotografer/flash dan obyek. Beberapa hal perlu kita perhatikan dalam memanfaatkan bounce flash ini adalah:

  1. Jarak untuk menghitung f/stop berubah bukan menjadi jarak kamera dan obyek tetapi berubah menjadi jarak yang dilalui oleh cahaya flash tersebut. Normalnya pada sudut tilt 45° kita akan melebarkan aperture 1 stop dan pada sudut tilt 90° kita melebarkan aperture sebesar 2 stop. Tentunya ini hanya panduan ringkas. Pada pelaksanaan tergantung teknis di lapangan.
  2. Berkaitan dengan no. 1 di atas, maka jarak langit-langit/dinding tidak boleh terlalu jauh atau akan jadi percuma.
  3. Gunakan selalu bidang pantul berwarna putih dan tidak gelap. Warna selain putih akan menyebabkan foto terkontaminasi warna tersebut sedangkan warna gelap akan menyerap cahaya flash tersebut.
  4. Perhatikan bisa terjadi kemunculan bayangan pada sisi lain cahaya. Misalnya jika kita memantulkan ke langit-langit maka kita akan mendapatkan bayangan di bawah hidung atau dagu dan jika kita memantulkan ke dinding di kiri maka akan ada bayangan di sebelah kanan. Untuk mengatasinya kita dapat menyelipkan sebuah bounce card di bagian depan flash tersebut sehingga ketika kita memantulkan cahaya ke atas/samping kita tetap memiliki cahaya yang tidak terlalu kuat yang mengarah ke depan dan menetralisir bayangan yang muncul.

Untuk mengambil foto secara vertical, akan mudah kalau kita menggunakan koneksi kabel karena kita dapat dengan mudah menghadapkan flash ke atas jika menggunakan bracket atau dipegang. Tetapi jika koneksi kita adalah hot shoe maka pastikan flash kita memiliki fasilitas swivel head sehingga dapat kita putar menghadap ke atas. Lebih bagus lagi jika kita memiliki flash yang dapat di-tilt dan swivel. Ini akan mengakomodasi sebagian besar kebutuhan kita.

Cara lain melunakkan cahaya adalah dengan memperluas dispersinya. Caranya gunakan flash diffuser. Flash diffuser akan menyebarkan cahaya yang keluar dari flash ke segala arah sehingga cahaya yang keluar tidak keras. Umumnya tersedia diffuser khusus untuk flash tertentu mengingat head flash berbeda-beda. Dapat juga kita membuat sendiri diffuser untuk flash kita menggunakan bermacam-macam alat. Ketika kita menggunakan diffuser, sebenarnya kita menghalangi area tertentu dari arah cahaya flash dan membelokkannya ke tempat lain. Ini mengurangi kekuatan flash yang kita gunakan tersebut. Jika diffuser yang kita gunakan adalah hasil beli, maka kita dapat membaca berapa kompensasi aperture yang kita perlukan ketika menghitung eksposur. Biasanya terdapat pada kotak atau kertas manual. Jika kita memutuskan membuat sendiri, maka kita bisa melakukan eksperimen berkali-kali agar mendapatkan angka yang pas untuk kompensasi yang diperlukan kali lainnya.

Outdoor Flash

Sekilas jika kita berpikir tentang penggunaan flash, maka kita akan tahu kalau itu berlaku untuk suasana pemotretan yang kekurangan cahaya. Karenanya, kita umumnya tidak memikirkan tentang perlunya penggunaan flash pada pemotretan luar ruangan (siang hari, of course) karena sinar matahari sudah sangat terang. Di sinilah kesalahan kita dimulai. Flash sangat dibutuhkan pada pemotretan outdoor, terutama pada:

  1. Kondisi obyek membelakangi matahari. Pada kondisi seperti ini, meter kamera akan mengira suasana sudah cukup terang sehingga akan menyebabkan obyek yang difoto tersebut gelap/under karena cahaya kuat tersebut percuma karena tidak direfleksikan oleh obyek. Cara mengakalinya adalah dengan melakukan fill in pada obyek sehingga walaupun latar sangat terang tetapi obyek tetap mendapat cahaya.
  2. Matahari berada di atas langit. Ini akan mengakibatkan muncul bayangan pada bawah hidung dan dagu. Gunakan flash untuk menghilangkannya. Untuk melembutkan cahayanya gunakan bounce card atau diffuser.
  3. Obyek berada pada open shade (bayangan). Flash digunakan untuk mendapatkan pencahayaan yang sama pada keseluruhan obyek karena bayangan akan membuat gradasi gelap yang berbeda-beda pada bagian-bagian obyek apalagi wajah manusia.
  4. Langit sangat biru dan menggoda. Jika kita tidak tergoda oleh birunya langit dan rela mendapat foto langit putih ketika memotret outdoor maka silahkan lakukan metering pada obyek tanpa menggunakan flash atau dengan flash. Jika kita rela obyek kekurangan cahaya asalkan langit biru silahkan lakukan metering pada langit. Nah, jika kita ingin langit tetap biru sekaligus obyek tercahayai dengan baik, gunakan metering pada langit dan fill flash pada obyek. Ini akan menghasilkan perpaduan yang tepat dan pas.
  5. Langit mendung. Ketika langit mendung, jangan segan-segan gunakan flash karena efek yang ditimbulkan awan mendung akan sama seperti jika kita berada di bawah bayangan.

Thursday, April 9, 2009

All About Batteries

TERMINOLOGY

Battery versus a cell: Most people use these words the same way. Battery engineers only use "battery" to refer to two or more individual cells connected together within one package. Thus your watch probably only has a single cell, your flashlight has a couple of cells, and your camcorder has a complex battery with several cells inside the black plastic package. No big deal.

Throw Away or Rechargeable: Engineers call throw-aways "primary," and rechargeables "secondary."

Power is expressed in Watts. Multiply current, measured in Amperes (Amps), by Volts to get power in Watts. Power is the ability to do work. If you imagine this as water in a hose, Volts is the water pressure and amps is how many gallons flow. How much you can spray off your driveway is thus the water pressure times how much water flows at that pressure. Volts, Amps and Watts are always capitalized since they are named after men who invented much of this: Alessandro Volta (Italian) who invented the first battery, James Watt (Scottish) who designed improvements to steam engines and mathematician André-Marie Ampère (French).

Energy is power over time, measured in Watt-seconds (Ws), also called a Joule, named after English physicist James Prescott Joule. A kiloWatt-hour is 1,000 x 60 x 60 or 3,600,000 joules. Flashes often measure their power in Ws, for instance, 50 Ws is normal for a shoe-mounted flash and 500 to 2,000 Ws is common for studio strobes.

Capacity is how much current is stored by a cell. Even throw-away cells have these ratings, although only engineers worry about it or look it up. These ratings are plastered all over rechargeables. It's usually measured in Ampere-Hours or milliAmpere-Hours. 1 Ah is the same as 1,000 mAh. A 1,000 mAh cell can deliver 1,000 mA for an hour, or 1 mA for 1,000 hours.

In reality cells are measured at about a 20 hour discharge rate. Cells have less capacity when more power is drawn, thus a 1,000 mAh cell would probably die after a half hour if delivering 1,000 mA. When capacity is measured it is measured to a stated cut-of voltage and at a stated rate. The same cell will have completely different capacities when measured at different rates and to different cutoff voltages. Therefore when you see these numbers on a package they are meaningless unless the rate and cutoff are specified, which usually they aren't. In addition to plain lying, this explains why you shouldn't bother to compare different brand's ratings to each other.

TECHNOLOGIES

Throw-Away (Primary)

"Heavy Duty"

Avoid these. They are also called carbon zinc, zinc-manganese dioxide, Zn/MnO2, and LeClanché. These are the oldest, crummiest kind. Remember when flashlights only worked for a few minutes before they started to get dim? These were the batteries! They never could deliver much power for anything. You can still get these throughout the third world and in discount stores. I was amused at seeing a Duracell ad poking fun of the Eveready brand of these. It was unfair since Eveready makes both these crappy kind as well as batteries far more advanced. Anyway, ignore these batteries for everything except things with very low drains. Don't use them for a flash. They work great in things that run for a year like smoke detectors and clocks. They die after a couple of years in storage.

Capacity: Eveready Heavy Duty AA: 1,100 mAh.

Alkaline

These are the most popular today and work great. There are some premium versions, like Eveready's e2 Titanium, that work a little better in high-power applications like flashes and digital cameras. Personally I find they cost more than the benefit they offer compared to the regular alkaline batteries. Alkalines come in every size, from regular AA, C and D sizes as well as little button cells for watches and light meters. They last for years in storage. I have a healthy set in a flashlight that still works great even though the install by date passed five years ago.

Capacity, AA size: 2,700 to 3,135 mAh. Most AA Alkaline cells offer a capacity of 2,850 mAh. The expensive Energizer e2 alkaline offer 3,135 mAh and the cheapest cells offer 2,700 mAh, all pretty much alike at low drains. That's why Consumer Report's testing suggested to get whatever's cheapest. Note that "Titanium" is just marketing poof; these are not Lithium or titanium, they're just alkaline.

Because Duracell, Eveready Energizer and Rayovac offer to repair any damage caused by leaking batteries I only buy them, and never store brands. Even though the discount brands offer the same performance for a lot less money, when you eventually have one leak in your camera you'll be very, very glad that you weren't using store brand alkalines! I had a flash damaged once, and the battery company actually sent me a new one! One device damaged but saved by a warranty easily pays for the extra cost.

anasonic Oxyride

Panasonic introduced these in 2005. I have not tried them yet. They sell for the same price as alkaline AA cells. They have a higher initial voltage, 1.7V, compared to ordinary alkalines which are 1.5V. Thus when new flashlights will burn brighter with Oxyride than with other cells. This also means that the bulbs will burn out faster, too.

David Pogue in the NY Times on April 7th, 2005 did the best article I've read on the Oxyrides. You may be able to read it here if you're signed up with the NY Times.

David found that for high-drain applications, specifically in a digital camera, that indeed they lasted for 844 shots compared to 566 for premium alkalines and 354 shots for regular alkalines. GREAT!!!, and at the same price as regular alkalines.

On the other hand David found that the Oxyrides lasted less long than alkalines for low drains. They lasted about as long as alkalines when discharged at a four hour rate. Oxyrides were worse than alkalines at lower drains like a 10 hour rate.

Thus from David's observations Oxyrides are fantastic for high drains like digital cameras and I would suggest them also for electronic flash, but a poor choice for clocks, pagers and radios and things that usually run a long time on a set. For these regular alkaline are still better.

Lithium (note that Lithium also comes as Lithium Ion rechargeables below)

These are expensive. They were developed for the US military because they offer double the power in the same size with half the weight. This is important when you have to carry a month's worth of batteries for your night vision system in your pack. Today these are the batteries that run your camera and cost $10.

Hint: Camera stores make a lot of money selling batteries. Look around online to get much better deals than retail. Lithium batteries have shelf lives of ten years or more, so stock up and don't worry. They come in various special sizes for cameras and also AA. You have no choice for the special camera sizes; they only come in Lithium. You have many choices in AA size, here are some tips.

Capacity: Energizer Lithium AA cells offer 3,000 mAh, the same as Alkaline.

Tip: Use the AA lithiums only for things that draw a lot of power, like a flash or a digital camera. They offer the same life as alkaline in things like clocks and pagers. They offer greater life only when you draw a lot of power as in a digital camera or flash. Otherwise they cost $10 for a set of four compared to 99 cents or less for alkaline. I have never found the lithium AAs for less than about $2 a cell, let me know if you do. Amazon has them for $2.50 each, a pretty good price, here.

Tip: I have not confirmed what the data sheets say personally, however if it ever got as cold as freezing here in California I'd point out that Lithiums are supposed to work better than alkalines at cold (sub-zero) temperatures.

Tip: AA Lithium can't deliver much instantaneous power as other technologies. Thus you get the slowest recycling times in flashes. The lithium cells are designed this way because otherwise the lithium chemistry is so potent it would tend to heat up and explode. You'll get faster flash recycling with rechargeables or even regular alkalines. You will get twice as many flashes with the lithium, just not as fast recycling. This is a minor point. If I had someone else paying for my batteries I'd use lithium AA for everything.

Tip: I've gotten some bargains at as-seen.bizhosting.com and www.batterystation.com. Also ContinentalPhoto.com is suggested by a reader as having great deals on these.

Idea: There is a rechargeable CR-V3 system I've seen circulating under various sub-prime brand names. You can get one here for $30 with the charger and spare batteries here for $20. I've seen claims of these replacing two AA cells in addition to the throw away CR-V3. These only have a capacity of about 1,300 mAh, less than half of a throw away CR-V3 (2,900 mAh) and less than Ni-MH rechargeable AAs (typically 2,300 mAh today). I also see claims of it outrunning Ni-MH, so try it yourself. I'm a cheapskate so I refuse to own anything that uses throw-away $15 batteries, so I have not tried this system. If I used these batteries I'd order one today since as soon as you use it a couple of times you're already ahead.

Mercury (obsolete)

Mercury cells are no longer available in the USA. They were used in cameras from the 1960s and 1970s. Mercury cells had the advantage of constant voltage all the time, so they were ideal as references powering CdS cell light meters.

There's more here on them.

I have had my Luna Pro meter updated to run on ordinary S76 cells and it works great.

Rechargeables (Secondary)

Lead Acid and Gel Cells

The first lead-acid batteries were used for telegraphy by Gaston Planté in 1859 and became available commercially in the 1880s. It's interesting to note how rechargeable batteries have always been involved with communication; your cell phone today runs on a Lithium Ion battery described below. A lead-acid battery starts your car. They are filled with liquid sulphuric acid and you don't want to spill them. Lead acid batteries are also available with gelled acid, called gel cells, which doesn't spill and can be used upside down. Gel cells are used in home alarm systems, backup power systems and your home computer's uninterruptible power supply (UPS) if you have one. Lead acid is not used in photography, except as heavy duty supplies for some lighting equipment.

Care and Use: Lead acid batteries prefer to be kept charged all the time. They can deliver very high power. That's why they are perfect for use in your car: they can deliver thousands of watts to start your car, and then are kept charged as you drive around. Deep cycling them is bad for them, and there are special kinds of lead acid batteries designed for this. Likewise, they are perfect for use in power backup systems where they are very happy being kept charged for years just waiting and can deliver enormous amounts of power instantly. Most television networks each have a room full of lead acid batteries that are always kept charged. If the power goes out these batteries can deliver enough power to run the entire network headquarters for 10 minutes or so if they have to if the Diesel generator doesn't start immediately. Other kinds of battery need exercise; lead acid doesn't.

Charging: Lead acid is very easy to charge. They are charged to a constant voltage through some form of current limiter.

Alkaline: Ray-o-Vac invented rechargeable alkalines in the 1990s. They never caught on.

Nickel-Cadmium (Ni-Cd)

These were the first popular rechargeables for modern electronics. They got popular in the 1960s. They still offer the most charge and recharge cycles of any technology. They also offer the lowest capacity so you'll be charging them much more often. Ni-Cds are unbeaten in their ability to provide dangerous amounts of current instantaneously if short circuited. Therefore they're popular in cordless soldering irons because they heat up instantly. Caution: if you short circuit them with a wire the wire will immediately glow and maybe even burn up. You easily can hurt yourself if you throw them in a pocket with keys or change. This of course is a good thing allowing fast flash recycle times and fast frame rates when used in camera motor drives.

Capacity, AA size: 650 to 1,000 mAh, not very much.

Care and Use: Mandatory: they should always be fully charged and then run all the way down before being charged again. This means for most field uses you need two sets so you have a fresh set with you for when the first set dies. If instead you just charge them up when you need them you eventually will get very little run time. This is called the memory effect. They learn how little you use them and then only provide that much capacity. They're like muscles: you have to use them to keep them strong. You have to baby Ni-Cds so I don't recommend them for anything. They also contain poisonous cadmium and must be disposed of properly. I don't even know where you can buy these today.

Charging: At slow overnight rates even the simplest circuitry has been used to charge Ni-Cds, since you don't have to worry about them overcharging at the slow rate. More advanced circuitry is required to charge them more quickly since the Ni-Cds could blow up at faster charge rates if the charger is not smart enough to cut off the current. Smart chargers today are very common and can charge these in several hours or less. As soon as all the charge is put back you stop charging, simple.

Nickel-Metal Hydride (Ni-MH)

These are the most popular rechargeables today in AA and other regular sizes. They replaced Ni-Cds in notebook computers in the late 1980s and became available in AA size in the 1990s. They offer twice the capacity of Ni-Cds and require less babying. Most chargers recharge them in a couple of hours. Otherwise they are very similar to Ni-Cd, although don't have quite the peak current ability of the Ni-Cds or offer quite as many charge/discharge cycles.

Charging Speed

The electrical energy fed to a cell turns to chemical energy as it charges. When the cell is full the power no longer can turn to chemical energy and instead turns to heat. If the charger isn't smart enough to know when to turn off, which was the case in the 1970s, the charging current needed to be low enough not to damage the cell from overheating. This is why it took 15 hours to charge Ni-Cd cells back then, and why the crummiest chargers still take overnight.

The speed of any charging system today is limited its ability to know when to turn off. If you continue to jam a lot of power into a charged cell it will explode; whoops! Today most Ni-MH and Ni-Cd systems take a few hours. They measure when the cells are full based on voltage fluctuations (they look for a slight dip in voltage signaling a full Ni-MH cell ) and / or the temperature rise that signals the end of charge. The cells are supposed to get hot at the end of charging; that's one way the charger detects when to turn off.

Regular three hour chargers are smart, but since they usually don't monitor each individual cell they still have to be careful since all cells aren't charged at exactly the same time. The first cell to finish charging still has power jammed into it while the other three cells finish up. This limits what's safe.

Rayovac has a unique system that charges their special Ni-MH cells in 15 minutes. They use charging control not just in the charger, but also use chips in each individual cell. This way there is no danger of one cell exploding while the other cells are still charging. With Rayovac's chips in each cell the charger jams in current like there's no tomorrow and each cell shuts off exactly when it needs to. From what I hear these really work well!

Capacity in AA size: 1,350 to 2,500 mAh. Look out, many shifty brands lie about their capacity. 2,300 is pretty standard in 2004 and 1,350 was typical in 1999. My 1999 1450 mAh Sanyos still outperform newer off brands marked 2300 MAH! in big letters, so buy quality and not specs. Anything from battery pioneers GE/Sanyo and Panasonic ought to be great.

Care and Use: They still should be completely run down and then fully charged each time. They give the best service and life this way. Avoid using Ni-MH if you don't intend to run them all the way down each time. I always have two sets with me, so I can replace the set in use when it runs down completely. The advantage of Ni-MH over Ni-Cd is that if they lose capacity from memory issues you easily can rejuvenate them by running them through a full discharge-charge cycle a couple of times. They do have memory issues, which is why you see so many sold as "memory free." Baloney; the problem just goes away easily by fully cycling them. Unlike Ni-Cd, I've gotten great service from every Ni-MH system I've used by always fully cycling it. I've got many more years of service from an old cell phone that used these batteries than the phone service facility could believe, and the Ni-MH AAs I bought 5 years ago still work as well in my flashes and cameras as when I bought them.

Where to get them

I have one of these great systems here. It's great for travel with its small size, a folding built-in plug, needs no cord or external power adaptor and runs on any power worldwide from 100 - 240 V and 50 - 60 Hz. All you need to use it anywhere from Japan to Iraq are a few passive plug adaptors.

Some people, especially amateur radio operators who have been using these things in their walkie talkies for years, love the Maha systems like this one here.

I also have one of these LaCrosse chargers, the best to get for home since it also measures capacity, recycles and even can rejuvenate cells.

If size isn't important, today I'd first try the brilliant new Rayovac 15 minute system mentioned above. You can get the charger here and the cells here. I'm unsure if the charger includes cells or not and I'm also unsure just how many cells come with the cells ordered alone at those links. It's much more powerful to charge so quickly and therefore is big, heavy, has a fan in it and doesn't run worldwide.

Caveat: 5 years ago Ni-MH was an advanced technology, so the only manufacturers who made them, like Sanyo, made them well. Today all sorts of garbage is out there, and on top of that many makers make bogus claims about capacity (mAh). My 5 year old Sanyos, rated at 1,350 mAh, still give me more service than another brand I was given with "2,300 mAh!!" printed in huge letters. Next time I buy I'll get anything made by Sanyo (who also has made them for Kodak and GE) or Panasonic and possibly Sony. I'd pass on anything lacking the name of a real company on them.

Charging: Ni-MH chargers are usually smart chargers which measure voltage and temperature to stop charging as soon as the batteries are full. Thus they can charge batteries as quickly as an hour or less since there is no worry about overcharging at the fat rate due to the smart charger. As soon as all the charge is put back you stop charging, simple.

Lithium Ion

These are the newest and best rechargeables, since they offer the most power, the smallest size, the lowest weight and require no babying like the Ni-MH and Ni-Cd. They are also the most complex and expensive. They were introduced in laptop computers about 1994 and became common in camcorders and everywhere in the late 1990s. They removed many pounds from each laptop and doubled the run time almost overnight. We would have no iPods or tiny cell phones and microscopic digital cameras today without these. Today every camcorder or digital camera and laptop computer uses these. They only come in special sizes designed specifically for a given piece of equipment and typically cost $30 - 100 to replace.

Care and Use: Completely different from Ni-Cd and Ni-MH, lithiums prefer to be charged early and often. They don't like to be run all the way down. You will get only a few hundred cycles if you run them all the way down each time, and thousands if you charge them up while still mostly full. Lithium Ion's life tends to be measured by how much total energy comes in and out of the battery and not by cycles. Actually you can get more total energy from the battery by only partly using the battery's capacity. Thus I always charge every Lithium Ion battery every night when I've used it the day before, completely unlike the other technology cells. I've gotten great service out of every one I own; I charge my cell phone daily and I've been using it for years.

Chargers: They require very special chargers, unlike Ni-Cd and Ni-MH. Lithium is charged at a fast rate to replace the majority of the charge, and then trickle charged to replace the last 25% or so. Thus you may see charge state indicators which let you know when they are almost done, which happens very fast, and completely done, which takes much longer. Because special charging circuitry is required they are not offered in sizes to replace regular AA or other batteries, since people like me would goof once and blow them up in the wrong charger. Also they don't come in the special 1.5V versions invented by Eveready as a disposable cell, so today you can't get the rechargeable lithiums in AA size.

Brands: Li-Ion batteries require complex charging circuitry and sensors. There are many cheap counterfeit copies out there which skip some safety features. These phonies can and do explode! Because of this I would never buy any non-original brand rechargeable battery to replace any of the specialized batteries in my cameras and computers. Sometimes even legitimate suppliers get stuck with bad parts. See the Nikon recall for instance.

More Li-Ion technical info see Powerpulse and Cardex and here, too.

USE IN ELECTRONIC FLASH

Most applications have a clear winner for what sort of battery is best. Only in some applications, like AA size, do we have so many choices. Here are some comparisons for use in an electronic flash.

(data from Nikon SB600 instructions, typical for most flashes)

Recycle Time (fresh batteries)

# of Full-Power Flashes
Ni-MH 2.5 s 220
Alkaline 3.5 s 200
Lithium 4.0 s 400
Ni-CD 2.9 s 90

Thus I use Ni-MH. If you don't shoot as much use alkaline. If someone else is paying and you're going overseas by all means just pack a bunch of lithiums.

Ni-MH give shorter recycle times even though they have less mAh than alkaline because Ni-MH have much lower internal impedance. That means they can crank out a lot more amps intermittently than alkalines. Flash uses huge amounts of current for just a few seconds to recycle, thus the Ni-MH can belt it out faster than alkalines. Alkalines are not very happy having to spit out a lot of current all at once, which is what flash needs, unlike a radio. Alkalines don't recycle as fast, but will last for years sitting in an unused flash, while Ni-MH will go dead just sitting there after a couple of months.

RECYCLING

All modern batteries are loaded with powerful, poisonous chemicals and metals.

Actually except for the old carbon-zinc, you ought to recycle every dead battery.

This is easy in the USA. As I recall Radio Shack takes all batteries for recycling, and with more Radio Shacks in the USA than McDonalds (no kidding) it's not hard to find them.

Source : http://www.kenrockwell.com